Artikel

Formulir Tanggapan dan Masukan Masyarakat serta Form Meninggal sebagai Instrumen Penunjang PDPB 2021 KPU Kota Denpasar

Dalam rangka Pemutakhiran Data Pemilih  Berkelanjutan 2021, KPU Kota Denpasar meminta tanggapan dan masukan masyarakat terkait : 1. Pendaftaran pemilih baru 2. Perbaikan elemen data 3. Pencoretan pemilih yang sudah meninggal, pindah keluar kota Denpasar, alih status menjadi TNI POLRI dll         Jika sudah diisi oleh masyarakat bisa dikirimkan melalui WA Layanan di 0813 3939 5472 Form bisa didownload di https://drive.google.com/drive/folders/16St84OO-ayTa9aLIxsyOew1RysqrRJrA?usp=sharing

Kemurnian Pilihan Rakyat Memilih Pemimpinnya

Memilih atau memberikan suara pada pemilu merupakan perangkat paling dahsyat yang pernah diciptakan manusia untuk mengalahkan ketidakadilan dan menghancurkan tembok yang memenjara dan memisahkan manusia hanya karena mereka berbeda satu sama lain. Ungkapan yang tak berlebihan dari Presiden Amerika Lyndon B Johnson ketika memaknai hak untuk memilih/ memberikan suara dalam pemilu. Karenanya, pilihan yang diberikan pemilih sebagai artikulasi daulat rakyat wajib diterjemahkan sesuai dengan yang sebenarbenar yang diinginkan rakyat. Suara pemilih wajib dikonversi menjadi kursi (kepala daerah dan wakil kepala daerah terpilih) sesuai dengan kehendak murni pemilih yang telah mereka berikan di tempat pemungutan suara. Tidak boleh ada interpretasi, distorsi, apalagi manipulasi (Titi Anggraeni, 2015)            Teknologi informasi telah memberikan berbagai kemudahan bagi kita. Informasi yang kita dapatkan diperoleh demikian cepat dan demikian berlimpah. Keberlimpahan berbagai informasi ini dapat mempengaruhi persepsi para penikmatnya. Keberlimpahan Informasi ini perlu kita waspadai terutama saat masa kampanye pilkada serentak 2017. Pemilih diharapkan memiliki literasi yang kuat dari gempuran informasi terutama diberbagai media social. Kewaspadaan ini perlu dijaga agar tidak melahirkan post-truth politics di kalangan masyarakat yang nantinya menggunakan hak pilihnya. Pertarungan gagasan yang diwacanakan dimedia social dapat mempengaruhi persepsi karena yang diwacanakan sulit dibedakan antara realita atau fantasi semata. Sehingga harapan publik pilkada serentak 2017 adalah pertarungan gagasan tidak menyentuh hal-hal yang mendasar dalam menawarkan gagasan yang substantif dan otentik. Post-truth politicsadalah budaya politik di mana wacana dan perdebatan dibingkai oleh sebagian besar narasi-narasi yang menyentuh  emosi yang kadang-kadang tidak ada hubungan dengan substansi masalahnya. Bingkai narasi ini dinyatakan dan disajikan secara berulang-ulang dengan mengabaikan sanggahan dan segala fakta yang ada. Istilah Post-truth politics diungkapkan pertama kali  oleh David Roberts dalam sebuah posting blognya untuk Grist pada tanggal 1 April 2010, di mana ia mendefinisikan sebagai "budaya politik”di mana politik (opini publik dan media narasi) telah menjadi persepsi terhadap keseluruhan masalah yang tidak ada hubungannya dengan substasi kebijakan atau substansi undang-undang. Post-truth politicsmuncul dan dibahas kembali pada media  The Economist edisi pertengahan September 2016 yang  menurunkan tulisan yang  berjudul Post-truth Politics: Art of the Lie. Tulisan itu mengkritik cara-cara yang dilakukan oleh para politisi Amerika dan Eropa dalam mencari dukungan dengan melakukan manipulasi data yang tidak benar dengan memanfaatkan sentuhan-sentuhan emosional menciptakan persepsi untuk memuluskan tujuannya.  Sebagai contoh  gaya kampanye calon Presiden Amerika Serikat Donald Trump yang mengatakan bahwa Presiden Barack Obama adalah pendiri IS (Islam State) dan Hilary Clinton sebagai Cofoundernya dengan mengungkapkan fakta penarikan pasukan Amerika dari Irak untuk memuluskan IS. Contoh lainnya diungkapkan pula cara  kelompok pro Brexit agar Inggris keluar dari Uni Eropa dengan berkampaye terus menerus menyoroti biaya yang dikeluarkan setiap minggu sebesar £ 350 juta ($ 468m) dan terus akan bertambah. Ditambah pula dihembuskan kemungkinan masuknya para imigran lebih mudah masuk ke Inggris. Dan masih banyak contoh lain  diungkap dengan cara-cara yang hampir sama dibelahan Negara Eropa lainnnya.   Gaya kampanye semacam itu berusaha menciptakan cara pandang dan persepsi yang tidak sesuai dengan fakta dengan meniadakan bantahan fakta yang ada. Pola yang dibangun adalah mengutamakan hal-hal  yang menyentuh emosional sehingga fakta menjadi tidak penting. Kampanye yang dibangun lebih banyak memperkuat prasangka. Menurut tulisan ini post-truth politics  bisa berhasil  dan diterima sebagian masyarakat karena ada perasaan tak percaya pada institusi dan infrastruktur demokrasi serta pengaruh fragmentasi media. Pengamat etika dan komunikasi politik, Benny Susetyo, mengatakan, para calon kepala daerah yang akan bertarung pada Pilkada 2017 saling adu gagasan terkait program yang akan diusungnya untuk kemajuan daerah.Adu gagasan dinilai Benny jauh lebih baik daripada saling menyerang.Ia menyoroti penggunaan isu terkait suku, agama, ras, dan antargolongan (SARA) menjelang Pilkada 2017."Kita dianggap bodoh dengan adanya isu SARA. Kita ingin calon pemimpin beradu gagasan agar semakin berbudaya," ujar Benny, dalam sebuah diskusi di kawasan Kebayoran Baru, Jakarta, Jumat (14/10/2016). Gun Gun Heryanto, Direktur Eksekutif The Political Literacy Institute yang juga pengajar Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta, menuturkan, pada pilkada serentak 2017,  pemilih perlu mengantisipasi keberlimpahan informasi di media sosial. Pasalnya, situasi itu bisa melahirkan post-truth politics, terutama di kalangan pemilih yang menempatkan perbincangan pilkada secara artifisial. Akibatnya, pemilih kerap kesulitan membedakan antara realitas dan fantasi sehingga membuat esensi pertarungan gagasan pilkada tak menyentuh substansi masalah. Menurut dia, untuk mengantisipasi hal itu diperlukan literasi politik netizen untuk jeli membedakan mana informasi yang fakta dan mana yang bukan. Kandidat dan tim sukses juga perlu punya kesadaran kewargaan sehingga bisa memastikan bahwa ”tawuran liar opini” di media sosial bisa dihindari dan kemudian fokus pada pertarungan gagasan. ”Perlu juga ada gerakan warga untuk mendokumentasikan, memublikasi, dan mengomparasi data antar-pasangan ataupun sesama pasangan sebelum dan setelah si kandidat memenangi kontestasi,” katanya. (www.kompas.com) Publik saat ini memiliki tantangan dalam meneliti prilaku kampanye para calon kepala daerah. Kelompok masyarakat yang tercerahkan diharapkan membentuk gerakan sosial untuk menjaga kejernihan persepsi atas kemungkinan-kemungkinan kampanye dengan menggunakan cara post-truth politics. Munculnya para relawan seperti relawan kawal pemilu saat Pemilu Presiden 2014 dibutuhkan untuk memberikan pemahaman positif terhadap pemilih sehingga mendapat informasi yang benar dan otentik demi menjaga kemurnian pilihan. Penulis: I Gusti Ngurah Agung Darmayuda Komisioner KPU Kota Denpasar

Menyongsong Pemilukada Sehat dan Berkualitas 2015

A. Pemilu           Pemilhan Umum (pemilu) adalah sarana penyaluran hak konstitusi rakyat untuk menentukan masa depannya dalam berbangsa dan bernegara. Pemilu sebagai mekanisme mewujudkan prinsip kedaulatan rakyat. Pemilu adalah jembatan aspirasi menuju perbaikan bangsa. Melalui pemilu pemilih tidak hanya memilih calon penyelenggara Negara, tetapi juga memilih program kerja, visi, dan misinya yang menjadi kebijakan pemerintahan dimasa yang akan datang. Jadi tujuan pemilu adalah jembatan emas munuju perbaikan bangsa dengan memilih penyelenggara Negara yang sesuai dengan kehendak rakyat yang dapat menjamin terselengaranya pemerintahan yang sesuai dengan kehendak rakyat. Jika hal itu tidak tercapai maka pemilu hanyalah sebuah mekanisme yang harus berjalan sesuai siklus lima tahunan, sebagai sarana legitimasi pemegang kekuasaan lima tahun kedepan. B. Dinamika Demokrasi Sabagai anak bangsa perlu menyadari bahwa perjalan demokrasi bukanlah statis, masih banyak kesempatan untuk memperbaikinya karena demokrasi bukanlah sistem tertutup. Perjalanan kemajuan masyarakat akan terus mengiringi perkembangan demokrasi seiring dengan perkembangan masyarakat. Segala keinginan untuk memperbaiki demokrasi harus terus dikembangkan karena itu kritik terhadap demokrasi senantiasa diperlukan demi perbaikan pelaksanaan demokrasi itu sendiri. Proses demokrastisasi yang telah dijalani selama ini senantiasa membutuhkan partisipasi positif untuk terus dievaluasi dan disempurnakan, apakah demokrasi telah berjalan sesuai dengan tujuan demokrasi itu sendiri yaitu untuk kesejahteraan masyarakat yang lebih baik sesuai dengan kehendak rakyat dan diarahkan untuk kepentingan rakyat. C. Pemilu Sehat dan Berkualitas Pemilu yang sehat dan berkualitas diawali kesadaran bahwa pemilu memiliki arti penting sebagai salah satu prosedur utama dalam berdemokrasi. Dalam sistem demokrasi modern kedaulatan rakyat hanya bisa dikelola secara optimal melalui lembaga perwakilan. Oleh karena itu arti penting pemilu yang utama adalah sarana untuk mewujudkan kedaulatan rakyat. Dalam pemilu rakyat memilih wakil-wakilnya yang diharapkan dapat memperjuangkan aspirasi dan kepentingan mereka. Dalam pengertian khusus, yakni demokrasi sebagai tata cara pemerintahan, pemilu adalah cara yang paling praktis untuk menjamin terwujudnya hak rakyat secara sepadan. Dengan pemilu setiap orang memiliki hak yang sama untuk dipilih dan memilih, sejauh memunuhi persyaratan tertentu. Dalam pemilu berkualitas, warga Negara harus bebas dalam mengekspresikan hak-hak dasarnya, bukan hanya bebas, tetapi warga Negara yang memenuhi hak pilih harus bisa menentukan pilihannya secara mandiri, tanpa ada paksaan dan tekanan dari pihak manapun, bahkan keluarga. Dari sisi pihak yang dipilih, pemilu yang berkualitas harus menjamin kompetisi yang adil. Pemilu harus memberi peluang bagi semua partai politik dan kandidat yang terlibat untuk berkompetisi dalam memperebutkan jabatan pemerintahan secara adil dan tidak melibatkan penggunaan daya paksa. Pemilu yang berkualitas harus bebas dari praktik-praktik rekayasa dan manipulasi, mulai dari masa pendaftaran pemilih, pelaksanaan kampanye, sampai dengan perhitungan suara. D. Pentingnya Partsipasi Pemilih Mengapa tingkat partisipasi pemilih itu menjadi penting: Pertama, partisipasi yang seluas-luasnya dalam pemilu menjadikan pemilu mampu memberikan hasil yang paling sesuai  degan keadaan yang sesungguhnya  dalam masyarakat. Karena diharapkan semakin tinggi partisipasi masyarakat semakin representatif hasil pemilu. Jadi hasil pemilu lebih mewakil banyak orang dari pada jika hanya golongan tertentu yang ikut memilih. Kedua, pengawasan yang terus-menerus oleh seluruh masyarakt akan turut mencegah munculnya penyimpangan dalam pemilu. Persaingan dalam pemilu itu sangat kuat, hal ini mendorong kecurangan dan penyimpangan, karena orang ingin memperoleh suara yang sebanyak-banyaknya, kecendrungan itu dapat diminimalisir bila ada pengawasan oleh masyarakat. Ketiga, partisipasi aktif dalam pemilu adalah sarana pendidikan politik yang paling efektif bagi masyarakat . Dalam pemilu, aktifitas politik meningkat sangat pesat. Masyarakat dapat secara aktif memperlajari pengetahuan pengetahuan politik baru. Pengetahuan politik yang luas ini adalah salah satu aspek penting bagi masyarakat untuk mewujudkan sistem politik yang lebih demokratis dan lebih berkualitas. Kehadiran pemilih yang cerdas berdemokrasi menjadi satu kunci untuk meningkatkan kualitas pemilu dan demokrasi. Pemilih cerdas berdemokrasi adalah ketika pemilih memahami demokrasi, kritis terhadap praktek demokrasi dan terampil dalam memperjuangkan kepentingan politik publik. E. Menyongsong Pemilukada Sehat dan Berkualitas 2015 Semua pihak berkepentingan mewujudkan pemillu yang sehat berkualitas. Kualitas pemilu ditentukan oleh kita semua sebagai pendukung demokrasi. Pemilu yang bermanfaat bagi demokrasi adalah pemilu yang berkualitas. Semua pihak membutuhkan pemilu berkualitas. Pemerintah, lembaga perwakilan rakyat maupun kita sebagai warga Negara.  Secara jangka panjang, pemilu yang berkualitas juga memperkokoh legitimasi demokrasi, dimana masyarakat dan semua aktor politik semakin percaya bahwa demokrasi adalah system politik yang paling benar dan tepat bagi masyarakat. Harapan itu bukan hal yang mustahil untuk kita rengkuh asal ada kesadaran kolektif memperbaiki hal yang kurang, sembari mempertahankan hal yang baik dari praktik demokrasi kita. Harapan kita pada pemilukada 2015 agar penyelenggaraan pemilu yang berkualitas tercapai maka komponen-komponen pemilu berlaku: Pertama, kelembagaan penyelenggara pemilu  beserta jajarannya adalah orang-orang yang memiliki integritas, kapasitas, dan kapabilitas yang baik yang selalu perpegang teguh pada koridor hukum yang berlaku saat ini; Kedua,  kelengkapan pengaturan, system dan mekanismenya dalam hal ini perangkat Undang-Undang Pemilu serta Peraturan-Peraturan KPU yang menyertainya dapat dilaksanakan dengan baik oleh seluruh komponen masyarakat dan memenuhi rasa keadilan masyarakat; Ketiga, kesiapan peserta dalam hal ini partai politik dan perseorangan yang telah memenuhi ketentuan dalam Undang-undang memiliki tanggung jawab untuk ikut serta membangun pendidikan politik masyarakat agar lebih baik dan menjauhkan praktik-praktik kotor seperti politik uang, mobilasi masa yang mengarah anarkis, serta menempatkan kepentingan bangsa dan Negara di atas kepentingan pribadi atau golongan; Keempat, kematangan masyarakat sebagai pemilih dalam pemilu yaitu kepada masyarakat calon pemilih diharapkan untuk meningkatkan partisipasi dalam setiap tahapan pemilu terutama dari tahapan pemutahiran data pemilih sampai dengan sosialisasi untuk meningkatkan partisipasi masyarakat dalam pemilu. Memantau dan menilai secara aktif setiap calon pemimpin serta visi dan misinya agar diperoleh pemimpin yang benar-benar memiliki kapasitas, kapabilitas, serta integritas yang dapat dipertanggungjawabkan. Selain itu semua komponen agar tetap menjaga suasana tetap kondisif sehingga semua proses berjalan aman sesuai dengan yang diharapkan.  Oleh: I Gusti Ngurah Agung Darmayuda, ST., MM.

Populer

Belum ada data.